Suara Elemen Masyarakat Selamatkan Danau Toba dan tutup PT TPL
Tabloid
Rhema.com – Suasana di Gereja HKBP
Sudirman, Jakarta, Sabtu (19/7/2025), terasa berbeda. Bukan hanya karena
lantunan pujian yang mengalun, melainkan juga karena semangat perlawanan
terhadap kerusakan lingkungan yang mengancam tanah leluhur.
Di
sini, Panitia Doa Bersama Merawat Lingkungan Hidup menggelar seminar bertajuk
“Merawat Lingkungan Hidup: Iman yang Hidup dalam Aksi Nyata“, dengan sub-tema
“Pembangunan, Tenaga Kerja, Ekonomi“.
Ini
bukan sekadar pertemuan biasa. Ini adalah gerakan spiritual-ekologis yang
digerakkan oleh gereja, aktivis, dan masyarakat adat untuk menyelamatkan Danau
Toba dari kehancuran.
“Ini Soal Kemerdekaan Tanah Batak dari
Kerusakan Lingkungan”
St.
Dr. Ir. Leo Hutagalung, MSCE, Ketua Panitia, berdiri di depan jemaat dengan
suara lantang.
“Kita
akan berdoa di Tugu Proklamasi pada 18 Agustus mendatang. Kenapa di sana?
Karena ini bukan hanya soal ekologi, tapi juga soal spiritualitas dan
kemerdekaan!“
Pemilihan
Tugu Proklamasi sebagai lokasi doa nasional bukan tanpa makna. “Kita sedang
memperjuangkan kemerdekaan baru—kemerdekaan tanah Batak dari kerusakan
lingkungan, dari perusahaan yang merampas hak masyarakat, dari kebijakan yang mengabaikan
kelestarian alam,” tegasnya.
Seminar
ini adalah awal dari rangkaian aksi yang akan memuncak dalam Doa Bersama
Nasional di Tugu Proklamasi. Sebelumnya, doa serupa telah digelar di
Bonapasogit pada 1 Maret, 1 April, 1 Mei, dan 12 Mei.
Fakta Mengerikan di
Balik PT Toba Pulp Lestari
Rocky
Pasaribu, Direktur Eksekutif Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa
Masyarakat (KSPPM) membeberkan data mengejutkan tentang PT Toba Pulp Lestari
(TPL), perusahaan yang disebut sebagai “biang kerusakan Danau Toba”.
Dari
Inti Indorayon hingga Rezim yang Tak Berubah
1983:
PT Inti Indorayon Utama (IIU) berdiri di hulu Sungai Asahan. Emil Salim,
Menteri Lingkungan kala itu, menolak proyek ini karena risiko kerusakan
lingkungan. Namun, rezim Orde Baru memaksanya.
1990-an:
Ribuan ternak dan ikan mati. Warga mengalami penyakit kulit akibat limbah
kimia.
1998:
Gelombang protes besar memaksa IIU berhenti beroperasi.
2003:
Perusahaan bangkit dengan nama baru, PT Toba Pulp Lestari (TPL), dengan janji
beralih ke produksi ramah lingkungan. “Tapi diam-diam, mereka tetap memproduksi
bahan kimia berbahaya hingga 2015,” ungkap Rocky.
167.000
Hektar Konsesi, 33.000 Hektar Ilegal
9
kali revisi izin, namun 33.000 hektar di antaranya ilegal, termasuk 11.000
hektar hutan lindung.
23
komunitas adat terdampak, dengan 33.000 hektar tanah adat tumpang tindih dengan
konsesi TPL.
Kasus
Sorbatua Siallagan: Kakek 65 tahun dipenjara karena menggarap lahannya sendiri.
Ia akhirnya dibebaskan setelah Pengadilan Tinggi Medan menyatakan penetapan
kawasan hutan negara di Sumut belum sah.
Bencana
Ekologis & Praktik Perbudakan Modern
63.000
hektar hutan alam berubah menjadi monokultur eukaliptus, memicu 12 bencana
ekologis (2005-2025), termasuk longsor di Sihotang (1 tewas) dan Simangulampe
Bakara (12 tewas).
7.200
dari 8.300 pekerja TPL adalah buruh harian lepas (BHL) dengan upah Rp90.000–92.000/hari,
hidup di tenda tanpa fasilitas layak. “Ada yang meninggal saat melahirkan,”
kata Rocky.
“TPL Rugi, Tapi Tetap Dipertahankan, Ada Apa?”
Adrian
Rusmana, ekonom korporasi dengan 20 tahun pengalaman di pasar modal, membongkar
skema bisnis TPL yang merugikan negara dan masyarakat.
3P
(Profit, People, Planet) vs TPL yang Hanya Mengejar Profit
100%
penjualan TPL dikirim ke perusahaan afiliasi di bawah Royal Golden Eagle (milik
keluarga Tanoto), diduga untuk menghindari pajak.
Laporan
Keberlanjutan (ESG) palsu: Klaim “ramah lingkungan”, tapi di lapangan,
deforestasi dan konflik lahan terus terjadi.
Saham
TPL anjlok 50%, dari Rp1.000 ke Rp500, dengan volume perdagangan
rendah—pertanda investor menjauhi saham berisiko tinggi.
Rekomendasi
Tegas
OJK
harus evaluasi pencatatan saham TPL di BEI.
Bank
& investor institusi stop pendanaan untuk perusahaan perusak lingkungan.
Audit
independen laporan ESG TPL, karena saat ini diduga tidak akurat.
“Geopark Kaldera Toba di Ujung Tanduk”
Togu
Pardede, Direktur Pembangunan Daerah Bappenas, mengungkap status “kartu kuning”
UNESCO untuk Geopark Kaldera Toba.
Ujian
UNESCO, 5 Hari Penentu Nasib
21-26
Juli 2025: Asesor UNESCO, Dr. Soo Jae Lee, mengevaluasi perbaikan setelah
“yellow card” 2022.
“Ironisnya,
baru setelah dapat peringatan, pemda dan masyarakat serius bergerak,” ujar
Togu.
Peluang
Ekonomi Hijau
Belitung:
Dari tambang timah jadi destinasi wisata premium (7 hotel bintang 4-5).
Danau
Batur (Bali): PAD naik dari Rp40 miliar (2012) ke Rp144 miliar (2024) berkat
pariwisata berkelanjutan.
Geotrail
Letusan Toba: Rute Porsea-Haranggaol-Sibandang bisa jadi magnet wisata.
Doa
& Aksi Nyata untuk Danau Toba
Seminar
ini akan melahirkan 8 buku (3 dari seminar pertama, 5 dari seminar kedua pada
26 Juli di HKBP Kebayoran Baru). Semua hasil akan dibawa ke Doa Bersama
Nasional di Tugu Proklamasi, 18 Agustus 2025.
“Ini
bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal keadilan, spiritualitas, dan masa
depan anak cucu kita,” tutup Leo.